Rabu, 06 Maret 2013

Busana


Di-era Orde lama, setiap pertemuan resmi diwajibkan berbusana hitam putih, maksudnya, busana yang wajib dikenakan adalah celana hitam  dan kemeja putih. Lebih resmi lagi, kalau ditambah dasi. Boleh dasi kupu-kupu, boleh juga  dasi panjang.Tergantung kegemaran.

Dalam setiap pertemuan di-era Orde Lama, kita akan melihat pemandangan orang-orang yang memakai busana hitam putih, mulai dari bupati sampai pelajar. Tidak mewah juga tidak kumuh, bersih,anggun, berwibawa,  intelek - seperti itu kesannya.

Kecendrungan berbusana di-era Orde lama, dapat dipahami, terkait dengan kesederhanaan yang tidak lepas dari kondisi ekonomi negara kala itu. Ataukah ada faktor lain, itu tugas peneliti sosial budaya untuk menelusurinya.

Kecendrungan orang berbusana dalam setiap zaman berbeda. Perobahan itu terkait dengan masalah kompleks. Antara lain, masalah ideologi,budaya, ekonomi dan watak konsumen yang berobah setelah diserbu dengan tayangan iklan oleh produsen atau kaum pemilik modal.Pasti memiliki keterkaitan dengan pemasaran dan keuntungan perusahaan.

Di negara-negara sosialis,  sidang Kabinet dihadiri oleh menteri yang hanya memakai kemeja  dengan ditutupi jacket.

Iran yang negara Islam, Presidennya tidak mau memakai dasi, sebab beranggapan bahwa dasi itu busana barat.Habib Riziq dan pengikutnya memakai jubah dan pasti hal itu terkait dengan pernyataan identitas melalui busana.

Ketika sahabat saya naik haji, dia membawakan saya ole-ole jubah. Saya pikir, mau dipakai dalam kegiatan apa. Mau pakai demo, nanti apa lagi komentar orang. Kalau dipakai kerja , nanti pula dianggap berlebihan oleh teman-teman. Pakai ke masjid pun risih. Bukan sesuatu yang salah, hanya tidak biasa saja dan merasa canggung. Akhirnya, saya berikan saja kepada sahabat saya yang baru bergabung di Jamaah Tabligh. Dia senang sekali menerima pemberian saya.

Zaman sekarang diwajibkan pejabat memakai batik,  safari, jas, dasi, baju olah raga (walaupun seumur hidup tidak pernah berolah raga),  sesuai dengan kegiatan yang diikuti.

Wakil rakyat yang seumur hidup tidak pernah pakai dasi dan jas ketika dilantik diwajibkan memakai dasi dan jas.Terpaksa, walaupun gerah kepanasan dengan jas kedodoran dan pasang dasi miring

. Dalam acara seremoni diwajibkan memakai baju adat. Salah satu penyebabnya, dibalik penyeragaman itu kan ada proyek pengadaan, ada fee, ada keuntungan, walaupun memang ada faktor lain, misalnya kesopanan, budaya, kerapian dan sebagainya.

Sekolah pun mewajibkan seragam dan dipersyaratkan harus empat pasang sekaligus, padahal boleh kan membeli dulu satu pasang, kemudian kalau sudah rusak, membeli lagi.Tidak boleh dijahit sendiri, walaupun orang tua murid tukang jahit. Sebabnya? Ya sama, masalahnya, disitu juga ada proyek, ada kontraktor, ada keuntungan dan ada fee. Pokoknya politik busana yang berhubungan dengan anggaran.

Dalam sebuah pertemuan, ada beberapa orang barat yang hadir dan mereka tidak memakai dasi dan jas, berbeda dengan orang Indonesia yang semua dengan dasi dan jas. Itu pun mereka masih mengeluh kepanasan dalam ruang tanpa AC. Orang barat heran sebab orang Indonesia tahan dengan hawa panas. "Kalau di Eropah orang memakai jas, sebab disana harus melawan hawa dingin." Begitu komentar orang barat dalam kesempatan berbincang-bincang.

Ternyata soal berbusana bagi pejabat, PNS, Karyawan swasta, pelajar  bukan hanya terkait dengan penampilan, budaya, peradaban, hawa panas atau hawa dingin. Sangat kompleks, banyak keterkaitan dengan masalah lain, misalnya aturan, kewajiban,etnis, budaya,  formalitas protokoler, politik, ideologi, APBN,APBD, keuntungan, fee, kontraktor, proyek pengadaan. Banyak lah.***


oleh Usman Hasan pada 29 Agustus 2012 pukul 13:05 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar