Senin, 11 Maret 2013

KERAK UNTUK RAKYAT

Ilustrasi

oleh Usman Hasan pada 6 September 2012 pukul 21:29

Sejak republik ini berdiri dan sejak Maklumat Hatta untuk mendirikan partai politik (parpol),  isue penting yang diusung parpol adalah rakyat miskin.

Dari sekian banyak parpol yang paling cerdas dalam mengusung isue rakyat miskin  adalah PKI. Pada tahun 1948,  PKI hancur lebur, kader-kadernya banyak tewas terbunuh, tapi hanya dalam tempo tujuh tahun PKI menjadi empat besar pemenang pemilu.

PNI sebagai parpol pemenang pemilu tahun 1955, juga tidak kalah cerdas dengan PKI dalam hal mengusung isue rakyat miskin. Marhaenisme sebagai ideologi PNI sangat jelas adalah pemihakan terhadap rakyat miskin. Marhaen sendiri adalah petani yang menurut Bung Karno pendiri PNI dimiskinkan oleh eksploitasi kaum kolonialis dan begundal-begundal pendukungnya dalam negeri.

Golkar juga cukup cerdas dalam hal mengusung rakyat miskin. Pemilu pertama (1971) di-era orde baru yang diikuti oleh sepuluh partai politik (termasuk Sekber Golkar) juga diramaikan dengan janji-janji untuk memperjuangkan nasib rakyat miskin. Kampanye Sekber Golkar waktu itu : “Sekber Golkar menang rakyat senang, Sekber Golkar menang beras murah”.
Parpol di-era raformasi juga rajin teriak memperjuangkan rakyat miskin.

Slogan parpol pada pemilu 1999 dan 2004 sangat enak didengar, istiah orang “Surga Telinga (ST)”, seperti maju tak gentar membela yang benar, mengentaskan kemiskinan, pendidikan gratis, harga cengkih dan coklat mahal, mendukung program reforma agraria, memperjungkan keadilan ekonomi bagi  wong cilik, mendorong penegakam hukum secara adil dan berbagai slogan kerakyatan lainnya

Pokoknya, tidak ada yang jelek. Namanya saja kampanye. Kalau yang jelek-jelek, misalnya membelakangi rakyat, pro pemilik modal, memihak hakim suap, mendukung calo proyek, menganjurkan mark up, menentang reformasi birokrasi,  tentu tidak ada rakyat yang miskin yang tertarik menusuk tanda gambarnya. Menengok saja tidak sudi, apa lagi mau menusuk tanda gambarnya.

Teman penulis menunjukkan setumpukan berkas, “ini daftar rakyat miskin se- Kabupaten. Pokoknya rakyat miskin di pelosok manapun ada di sini. Nama, alamat, berapa anaknya, pekerjaan, berapa isterinya, luas lahan dan sebagainya”.

“Buat apa?” tanya saya ingin tahu.

“Nah, kamu ini ndak paham. Daftar ini  penting digunakan sebagai data buat pemilu mendatang. Jadi, kita tahu berapa jumlah rakyat miskin, berapa dukun beranak, berapa tukang urut, berapa pengangguran, berapa orang tua jompo, berapa orang cacat, berapa orang pemabuk, berapa anak deker, berap ustad, berapa pemilih pemula di satu desa dan kecamatan. Jadi, kan gampang menyusun strategi taktik nanti untuk kampanye pemilu meraup suara rakyat miskin”.

Penulis cuma bisa melongo dan berdecak kagum :. “kamu ini cerdas juga ya?”

Sambil memanjangkan lehernya, dia bangkit dari tempat duduknya dan  berkata, “ia dong! Jualan parpol itu sejak dahulu kala adalah rakyat miskin. Coba lihat! Sedangkan Bank Dunia, IMF, dan semua LSM Internasional sampai LSM lokal bahkan pemerintah – jualannya pasti rakyat miskin. Buat apa jualan rakyat kaya?”

Penulis cuma manggut-manggut sambil bergumam, “betul juga. Kasihan rakyat miskin, dari zaman ke zaman hanya jadi barang jualan ! Banyak sekali istilah kerakyataan. Ada pemeri ntahan kerakyatan, ada demokrasi kerakyatan, ada ekonomi kerakyatan yang ujung-ujungnya hanya KERAK UNTUK TAKYAT.  Nasib….nasib”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar