Bangsa ini miskin
dan sangat terkebelakang dalam segala aspek akibat penjajahan asing
yang sangat lama.. Setelah merdeka, muncul banyak persoalan, seperti
PRRI /Permesta, DI TII, RMS, Ibnu Hajar, pembebasan Irian Barat,
ditambah dengan konfrontasi dengan Malaysia yang menyita energi bangsa.
Sesudah sepuluh tahun pemerintahan Orde Baru , kita masih sangat jauh terkebelakang dalam banyak bidang, misalnya pendidikan. Orang terdidik pada tahun 70-an masih sangat sedikit, sehingga seorang tamatan SMP direkrut untuk menjadi guru SD. Orang masuk tentara, polisi dan PNS sebahagian besar hanya pendidikan SD.
Orang terdidik ditahun 70-an sebahagian besar masih produk pendidikan Belanda yang lebih fasih bercakap dalam bahasa Belanda dan Inggris daripada bahasa Indonesia.
Setelah Soeharto menggalakan pembangunan, maka kemajuan mulai terasa. Investasi modal asing begitu pesat melejit sangat laju meninggalkan rakyatnya jauh dibelakang. Dari sisi SDM, perangkat hukum, kesiapan mental dan persyaratan lainnya kita masih kedodoran.
Ditambah lagi dengan diterapkannya otonomi daerah di-era reformasi yang memberikan kewenangan sangat luas dalam pengambilan kebijakan dan pengolahan dana yang telah menciptakan elite baru dan raja-raja kecil, telah menyuburkan korupsi oleh elite baru yang memang tidak siap dalam banyak aspek. Yang sangat diuntungkan hanya sebahagian kecil anak bangsa disebabkan posisi penting yang tidak lepas dari keberhasilan pembangunan Orde Baru dan terciptanya mobilisasi sosial sebagai dampak digenjotnya pendidikan .
Sebahagian besar dari mereka yang dikatakan orang sebagai “elite bangsa” sekarang ini dapat diibaratkan “orang kagetan”, kalau dalam ungkapan orang Manado “orang mangkage, kalau meminjam istilah almarhum Nurcholis Madjid, kita ditimpa “kejutan sosial”.
Tadinya tidur di rumah reot, menarik sandal jepit miring sebelah, naik vespa karatan, kakinya bengkak karena selalu berjalan kaki berkilo-kilo meter, berenang dan menyelam di laut memanah ikan, menyadap saguer.Dari kumuh mendadak disuruh berlagak parlente, akhirnya, pasang dasi saja miring, pakai jas saja kedodoran, celana dan kemeja saja dipilih warna yang tidak serasi.
Tidak heran, setelah menjadi pejabat, tidak tahan menghadapi godaan, tidak tahu diri, merasa hebat sendiri, pintar sendiri, menumpuk kekayaan di tengah kemiskinan rakyat. Karena terlalu lama jadi orang susah, miskin dan terkebelakang sehingga ketika mendapat kesempatan, menjadi lupa daratan. Yang namanya rakyat, hilang dalam memory. Yang terpenting bagaimana melakuklan “balas dendam”. Terlalu lama menderita karena jadi orang miskin.Sudah capek jadi orang melarat. Harus dilampiaskan sampai puas. Urusan rakyat nomor belakang.***
oleh Usman Hasan pada 17 September 2012 pukul 21:31
Sesudah sepuluh tahun pemerintahan Orde Baru , kita masih sangat jauh terkebelakang dalam banyak bidang, misalnya pendidikan. Orang terdidik pada tahun 70-an masih sangat sedikit, sehingga seorang tamatan SMP direkrut untuk menjadi guru SD. Orang masuk tentara, polisi dan PNS sebahagian besar hanya pendidikan SD.
Orang terdidik ditahun 70-an sebahagian besar masih produk pendidikan Belanda yang lebih fasih bercakap dalam bahasa Belanda dan Inggris daripada bahasa Indonesia.
Setelah Soeharto menggalakan pembangunan, maka kemajuan mulai terasa. Investasi modal asing begitu pesat melejit sangat laju meninggalkan rakyatnya jauh dibelakang. Dari sisi SDM, perangkat hukum, kesiapan mental dan persyaratan lainnya kita masih kedodoran.
Ditambah lagi dengan diterapkannya otonomi daerah di-era reformasi yang memberikan kewenangan sangat luas dalam pengambilan kebijakan dan pengolahan dana yang telah menciptakan elite baru dan raja-raja kecil, telah menyuburkan korupsi oleh elite baru yang memang tidak siap dalam banyak aspek. Yang sangat diuntungkan hanya sebahagian kecil anak bangsa disebabkan posisi penting yang tidak lepas dari keberhasilan pembangunan Orde Baru dan terciptanya mobilisasi sosial sebagai dampak digenjotnya pendidikan .
Sebahagian besar dari mereka yang dikatakan orang sebagai “elite bangsa” sekarang ini dapat diibaratkan “orang kagetan”, kalau dalam ungkapan orang Manado “orang mangkage, kalau meminjam istilah almarhum Nurcholis Madjid, kita ditimpa “kejutan sosial”.
Tadinya tidur di rumah reot, menarik sandal jepit miring sebelah, naik vespa karatan, kakinya bengkak karena selalu berjalan kaki berkilo-kilo meter, berenang dan menyelam di laut memanah ikan, menyadap saguer.Dari kumuh mendadak disuruh berlagak parlente, akhirnya, pasang dasi saja miring, pakai jas saja kedodoran, celana dan kemeja saja dipilih warna yang tidak serasi.
Tidak heran, setelah menjadi pejabat, tidak tahan menghadapi godaan, tidak tahu diri, merasa hebat sendiri, pintar sendiri, menumpuk kekayaan di tengah kemiskinan rakyat. Karena terlalu lama jadi orang susah, miskin dan terkebelakang sehingga ketika mendapat kesempatan, menjadi lupa daratan. Yang namanya rakyat, hilang dalam memory. Yang terpenting bagaimana melakuklan “balas dendam”. Terlalu lama menderita karena jadi orang miskin.Sudah capek jadi orang melarat. Harus dilampiaskan sampai puas. Urusan rakyat nomor belakang.***
oleh Usman Hasan pada 17 September 2012 pukul 21:31