Seorang mahasiswa asal Sulsel memperkenalkan diri kepada saya, namanya Hitler. Dalam benak saya, nama tersebut mungkin cuma nama julukan yang diberikan teman-temannya. Saya heran, kenapa ada orang Bugis, tidak ada asal usul dari ras Aria, tidak ada hubungan darah Jerman sedikitpun, bernama Hitler. Setelah saya sudah akrab dengannya, tanpa ditanya, dia sendiri menjelaskan.
“Begini ceriteranya”, katanya suatu ketika. “ Waktu saya lahir, keluarga menanyakan kepada ayah nama apa yang pantas diberikan kepada saya. Ayah saya menyerahkan sepenuhnya kepada paman. Kebetulan paman penggemar berat film-film Nazi Jerman yang tokoh utamanya adalah Hitler sang penjagal jutaan manusia dan penjahat perang. Hitler adalah idola paman dan nama itu pula yang dipilih paman buat saya..
Suatu ketika saya berurusan di sebuah instansi. Ketika berkas saya diperiksa, ibu ceriwis penerima berkas, langsung bertanya “Sudah lama masuk Islam?”
“Dua orang tua saya Islam dan sudah haji. Kakek nenek dan keluarga besar saya semua Islam. Belum pernah saya pindah agama”. Demikian Hitler menanggapi pertanyaan ibu itu dengan suara agak tinggi, sedikit tersinggung. Saya tertawa terbahak-bahak mendengar ceriteranya.
Dari kejadian diatas, dapat diambil kesimpulan, ternyata nama memiliki makna identitas.
Yesus memiliki dua belas murid, salah satunya Yudas Iskariot yang menjadi pengkhianat dengan menjual gurunya kepada kaum Farisi dengan harga 30 tail keping perak. Ternyata sampai sekarang, saya belum pernah mendengar ada orang Nasrani yang memberi nama anaknya Yudas Iskariot. Nah! Ternyata nama juga memiliki makna sejarah dan moral.
Seorang pemuda dari suku Gorontalo memiliki nama Michel. Terdorong sifat usil sehingga secara diam-diam saya menyelidiki orang itu. Soalnya, sepanjang yang saya tahu tidak ada orang Gorontalo bernama Michel.
Dari keterangan teman-temannya, dia di kampungnya dipanggil orang Tune. Hanya setelah merantau saja dia mengganti nama menjadi Michel, sekedar mau menyandang nama keren saja.Masalahnya, menurut dia, Tune itu nama kuno, ketinggalan zaman dan kampungan.
Seorang sahabat saya namanya Suram. Orangnya degil, ugal-ugalan.. Karena dia sangat akrab dengan saya sehingga saya berani memberi saran, kata saya, orang tuamu sudah salah memberi kamu nama. Mungkin dalam bahasa daerahmu, Suram memiliki makna yang positif, tapi kalau dalam bahasa Indonesia, Suram itu memiliki pengertian sama-samar, tidak bercahaya, tidak gemerlap. Coba simak kalimat seperti : “Wajah suram, nasib suram, suasana suram. Saran saya, kamu ganti saja namamu dengan Surya. Nah, Surya itu kan lawan dari Suram. Surya itu terang, bercahaya, menghidupkan”.
Tak disangka, saran saya langsung saja dia terima dan sejak saat itu dia menyatakan berganti nama dari Suram menjadi Surya, malahan dia menambah di belakang dengan Kelana. Jadi lengkapnya “ Surya Kelana”. Dia tidak mau lagi menoleh kalau ada yang memanggil dia dengan nama Suram. Yang menjadi masalah , walau yang memanggilnya adalah pemimpin perusahaan tempat kami bekerja, tetap saja dia tak mau menoleh sehingga sangat menjengkelkan pemimpin perusahaan, Walau namanya sudah berganti, kelakuan teman saya tidak ada perobahan, tetap saja banyak nggak benar.
Padahal Islam mengajarkan agar orang tua memberi nama yang indah dan elok kedengaran kepada anak-anak, sebab nama itu mengandung makna doa. Ketika orang tua memberikan nama Muhamad, maka menjadi doa orang tua, agar anak itu dalam proses menjalani kehidupan akan selalu meneladani keutamaan dan keluhuran budi Sang Nabi Besar itu.
Selain itu, anjuran agama Islam agar memberi nama yang baik dan elok kedengaran, sebab dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan disapa dengan namanya masing-masing.
Apalagi di akhirat kelak, masing-masing akan dipanggil sesuai namanya. Akan menjadi tertawaan banyak orang, di padang masyar nanti, ada yang dipanggil dengan nama Kelereng, Tikar, Drom, Terong.
Boleh saja ada yang mengatakan, apa artinya sebuah nama. Nyatanya kan, nama memiliki makna dan pesan tertentu yang tidak selayaknya disepelekan, tak memiliki arti. Nama itu penting sebab memiliki makna sejarah, identitas, kebudayaan, politik, sosial,
legalitas, hukum dan sebagainya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar